Selasa, 17 Februari 2009

To Have Better Day

Sepertinya tiap orang ingin menjadi orang sukses, orang yang berhasil, ataupun makmur, menurut pengertian masing-masing. Tapi sesungguhnya jauh lebih banyak orang yang hanya ingin saja dari pada dengan yang ingin dan berusaha untuk mewujudkannya.
Tapi sesungguhnya kita bisa berusaha jika ada kesempatan. Dan faktanya, kesempatan itu terbuka luas bagi kita. Namun hanya sedikit yang mau memanfaatkan kesempatan itu, padahal mereka tahu itu ada, mereka tidak menyadari bahwa kesempatan itu mungkin tidak akan datang dua kali. Dan ingatlah kita semakin mendekati saat di mana satu kesempatan pun tidak ada di tiap detik yang kita lalui, apalagi jika kita melaluinya dengan sia-sia.
Ketika kita terbangun, apakah yang kita harapkan? Hari yang cerah? Sarapan yang lezat dan bergizi? Atau toleransi jam masuk kerja yang cukup untuk membuat kita kembali tertidur? Berharaplah bahwa dari saat kita terbangun dari tidur hingga kita tidur lagi akan lebih baik dibandingkan dengan momen yang sama di hari sebelumnya. Berharaplah ketika ada kesempatan. Itu lebih baik dari pada tidak melakukannya. Itu memang bukan suatu hal yang besar, tapi itu suatu awal.
Akan lebih baik lagi jika kita menyadari bahwa kita mempunyai kesempatan untuk mewujudkan harapan itu.

Tinggal Jauh Dari Rumah

Empat kata di atas mempunyai makna yang berbeda-beda di hati setiap orang. Ada yang harus menjalaninya, ada yang senang menjalaninya.
Di IPB gw memiliki banyak teman yang berasal dari seluruh Indonesia, berasal dari tempat yang beraragm, dari Sabang sampai Merauke. Mereka yang berasal dari tempat yang jauh dari kampus harus menunggu hingga libur panjang utntuk kembali pulang. Rasanya memang berat, tinggal jauh dari rumah dalam waktu lama. Gw tahu itu.
Tapi bagi gw yang hanya butuh dua jam untuk pulang, tinggal jauh dari rumah tidak begitu menderita, penderitaan yang gw rasakan tidak sebesar mereka. Apalagi sebenarnya gw senang tinggal jauh dari rumah. Gw sudah lama memimpikan hal ini, sejak tiga tahun lalu, sejak tahu bahwa tinggal jauh dari rumah dan hidup mandiri memang mudah, bisa membentuk karakter dan kepribadian.
Bagi gw, tinggal jauh dari rumah memang menyenangkan. Gw bisa lebih mandiri, lebih rajin, dan mampu mengatasi masalah yang kompleks. Jika gw tinggal di rumah, gw akan banyak malasnya dari pada rajinnya sehingga jika ada masalah gw cenderung menjauhinya dari pada menghilangkannya, yang berarti membuat masalah itu tetap ada dan terakumulasi.
Lebih mandiri, bukankah itu yang diinginkan setiap calon mertua? Hehehe. Yang jelas, gw menikmati hidup jauh dari rumah.

Rabu, 07 Januari 2009

New Year's Eve

Ini adalah malam di mana manusia di seluruh dunia merayakan sesuatu tanpa alasan yang jelas kecuali pergantian kalender dengan yang baru. Entah apa yang istimewa dari hal ini, karena di langit pun tidak terjadi hal yang istimewa. Seandainya itu terjadi ketika summer equinox, mungkin akan lebih pantas untuk dirayakan.
Sungguh tidak ada hal yang istimewa dari pergantian tanggal dari December 31st ke January 1st. Dan dihitung mundur? 5, 4, 3, 2, 1? None of NASA’s space shuttle is launcing!! Ketika SMA gw menghitung mundur berakhirnya jam mata pelajaran sejarah dan itu rasanya lebih menyenangkan.
Ini hanya malam biasa. Sikap manusialah yang menjadikannya hal yang istimewa. Tapi lihatlah akibat buruk dari perayaan ini. Banyak sampah bertebaran di tempat-tempat wisata akibat membludaknya wisatawan di tahun baru ini dan sedikit sekali usaha untuk membersihkannya kembali. Ini semua akibat sikap manusia yang tidak memahami mana yang lebih penting. Bagi mereka, merayakan sesuatu yang tidak jelas sambil membuang sampah sembarangan dan merusak keindahan adalah hal yang penting.
Dan resolusi & harapan-harapan untuk tahun baru sesungguhnya hanya menunjukkan sifat buruk manusia. Di tahun baru ini mereka baru berharap, padahal hal buruk telah terjadi sepanjang tahun. Mengapa tidak dilakukan setiap malam agar keesokan harinya kita berusaha agar tidak terulang kembali dan tidak menumpuk di malam tahun baru?

Berhenti Mengenang, Mulailah Berjuang

Jika ada sesuatu yang dikenang biasanya adalah masa perjuangan sebelum meraih kejayaan atau masa keemasan sebelum keruntuhan. Tapi sesungguhnya keduanya sama saja, yaitu sering dikenang. Dan menurut gw tidak ada satupun yang pantas untuk dikenang.
Mungkin latar belakang gw menulis ini karena gw tidak terlalu pandai pada mata pelajaran sejarah. Tapi itu juga ada alasannya, yaitu mengapa mempelajari pelajaran yang tidak ada aplikasi nyatanya?
Sebagai contoh hari pahlawan sepuluh November. OK, hari pahlawan. November 10th, day of heroes.
Hari pahlawan.
Lalu apa?
Sungguh ini tanpa arti. Tapi banyak sekali orang yang merayakannya secara berlebihan. Berhenti mengenang, mulailah berjuang! Para pahlawan pun tidak punya waktu untuk mengenang ketika sedang berjuang. Apakah ketika hari itu datang kita hanya duduk berpesta dengan alasan mengenang?
Sudah menjadi ciri khas Indonesia tuh. Itu satu-satunya alasan mengapa kita punya banyak sekali memorial day. Hari Pahlawan, Hari Kartini, Hari Bhayangkara, Hari Pancasila, G30S/PKI. Banyak!
Dan juga, makna-makna yang harus dikenang pun sudah tidak lagi berlaku saat ini, bahkan mendekati status tak berarti.
Contohnya sumpah pemuda. Berbahasa satu, berbangsa satu, bertanah air satu. Alasan kita tidak harus menghayatinya lagi adalah karena itu semua berlawanan dengan jalan menuju kesuksesan.
Jika ingin sukses kita tidak bisa hanya bertahan pada satu bahasa karena masih banyak text book yang berbahasa asing. Dan kita tidak bisa terus-terusan bertahan di negeri ini karena luar negeri menjanjikan kesuksesan yang nantinya bisa kita implementasikan di dalam negeri.
Itu hanya contoh kecilnya saja. Pada kenyataannya makna sejarah itu seperti koin bernominal kecil. Pada jaman dulu mungkin itu berharga. Tapi untuk sekarang tidak ada nilainya.
Maksudnya adalah, ubahlah makna sumpah pemuda menjadi sesuatu yang lebih global dan berharga. Tahu apa yang paling penting saat ini? Lingkungan dan kemanusiaan, dan keduanya tidak tercantum secara jelas pada sumpah pemuda.

Minggu, 14 Desember 2008

Barack Obama

Presiden USA yang baru telah terpilih. Go to hell, Bush. The angel just came from heaven to lead the America.
Seperti yang dikeathui, Bush terkenal akan kegemarannya dalam mengirim rakyatnya berperang dan menghabiskan anggaran negara yang seharusnya untuk rakyat dibakar menjadi ledakan mesiu. Diharapkan keberadaan Obama yang lebih konservatif dan lunak dalam strategi timur tengah mampu mengubah segalanya, termasuk mengubah imej Amerika yang telah dianggap teroris sesungguhnya oleh banyak orang.
Kemenangan Obama juga tidak lepas dari visi ekonominya. Amerika mengalami resesi di bawah kepemimpinan presiden partai republik.
Mliter, ekonomi, dan lingkungan, itulah tiga hal yang seharusnya menjadi tugas utama barack Obama, tiga hal yang telah menajdi aib pemerintahan sebelumnya, tiga hal yang harus dibenahi. Seluruh rakyat Amerika dan dunia menanti aksinya dalam perbaikan ketigahal tersebut dan menaruh harapan mengenai arti baru perdamaian bagi Amerika.
Harapan gw bagi Obama:
  • Kurangi pendanaan di militer yang irrasional, tempatkan lebih banyak budget di kesehatan dan pendidikan.
  • Kebijakan lingkungan yang lebih rasional, jangan menutup mata.
  • Tingkatkan pajak kendaraan bermotor.
  • Tetapkan pajak progresif penghasilan.
  • Tingkatkan santunan kesehatan.
  • Pendanaan riset dan teknologi ditingkatkan.
  • Pembaharuan sistem ekonomi.
  • Berhenti menganak emaskan Israel.
Jika itu semua tercapai, terciptalah dunia impian. Percayalah.
We trust you, Obama.

Indonesia Banget

Satu hal yang menjadi trade mark Indonesia dan tidak ada di negara lain adalah masalah ngaret. Hal ini sudah berakar dari hal yang kurang resmi seperti janjian dengan teman hingga masalah kenegaraan. Percaya atau tidak, masalah ini adalah masalah besar yang tidak terdeteksi oleh banyak orang karena mungkin tidak ada cukup waktu untuk menghitung kerugian dari hal ini dan melaporkannya DI SAAT YANG TEPAT.
Pengalaman gw sebagai individu, banyak sekali 'perjanjian' dan acara-acara dari resmi seperti seminar hingga nonresmi seperti kumpul kelompok kerja, yang gw alami mengalami keterlambatan dalam memulainya. Dan pengalaman gw dalam meminta sesuatu melalui birokrasi selalu mengalami keterlambatan, dari hal yang sederhana seperti membuat KTP. Jika data diri tidak disertai 'selipan' sesuatu, tidak akan cepat prosesnya.
Kebiasaan korupsi uang dan waktu memang sudah mendarah daging di setiap manusia yang tidak sehat jiwanya. Tapi selama gw tinggal di Indonesia (seperti pernah tinggal di negara lain aja) kebiasaan ngaret ini terlihat jelas banget. Dan selama gw ngobrol dengan banyak orang Eropa, mereka tidak pernah mengatakan hal ini. Mereka tidak pernah direpotkan oleh masalah ngaretnya birokrasi ataupun oleh teman mereka.
Pengalaman gw janjian dengan sekelompok mahasiswa UI temen2 gw, mereka ngaretnya sampai satu jam. Apakah mereka juga diajarkan kebiasaan yang Indonesia banget ini? Namanya juga Universitas Indonesia.
Entahlah, mungkin gw hanya kesal saja dengan semua ini. Mengganggu banget. Jika saja tidak ada satu orang pun di negara ini yang ngaretnya tidak lebih dari lima menit saja, Indonesia akan menjadi negara yang makmur. Percaya deh, dari kebiasaan kecil jika dilakukan oleh banyak orang akibatnya akan besar. Contoh saja mengenai membuang sampah plastik di sungai. Jika satu individu berpikir "Hanya satu sampah kecil," bagaimana jika jutaan orang berpikiran yang sama?

Indonesia Banget

Satu hal yang menjadi trade mark Indonesia dan tidak ada di negara lain adalah masalah ngaret. Hal ini sudah berakar dari hal yang kurang resmi seperti janjian dengan teman hingga masalah kenegaraan. Percaya atau tidak, masalah ini adalah masalah besar yang tidak terdeteksi oleh banyak orang karena mungkin tidak ada cukup waktu untuk menghitung kerugian dari hal ini dan melaporkannya DI SAAT YANG TEPAT.
Pengalaman gw sebagai individu, banyak sekali 'perjanjian' dan acara-acara dari resmi seperti seminar hingga nonresmi seperti kumpul kelompok kerja, yang gw alami mengalami keterlambatan dalam memulainya. Dan pengalaman gw dalam meminta sesuatu melalui birokrasi selalu mengalami keterlambatan, dari hal yang sederhana seperti membuat KTP. Jika data diri tidak disertai 'selipan' sesuatu, tidak akan cepat prosesnya.
Kebiasaan korupsi uang dan waktu memang sudah mendarah daging di setiap manusia yang tidak sehat jiwanya. Tapi selama gw tinggal di Indonesia (seperti pernah tinggal di negara lain aja) kebiasaan ngaret ini terlihat jelas banget. Dan selama gw ngobrol dengan banyak orang Eropa, mereka tidak pernah mengatakan hal ini. Mereka tidak pernah direpotkan oleh masalah ngaretnya birokrasi ataupun oleh teman mereka.
Pengalaman gw janjian dengan sekelompok mahasiswa UI temen2 gw, mereka ngaretnya sampai satu jam. Apakah mereka juga diajarkan kebiasaan yang Indonesia banget ini? Namanya juga Universitas Indonesia.
Entahlah, mungkin gw hanya kesal saja dengan semua ini. Mengganggu banget. Jika saja tidak ada satu orang pun di negara ini yang ngaretnya tidak lebih dari lima menit saja, Indonesia akan menjadi negara yang makmur. Percaya deh, dari kebiasaan kecil jika dilakukan oleh banyak orang akibatnya akan besar. Contoh saja mengenai membuang sampah plastik di sungai. Jika satu individu berpikir "Hanya satu sampah kecil," bagaimana jika jutaan orang berpikiran yang sama?