Minggu, 03 Agustus 2008

Pemilihan Umum dan Politik

Jujur saja, politik memang hal yang menarik untuk dipelajari, tapi tidak di sekolah. Mungkin karena nilai gw yang selalu rendah^^.
Masa kampanye untuk pemilihan umum tahun 2009 telah dimulai. Pertanyaan paling awal yang muncul di benak gw adalah, benarkah pemilihan umum itu? Gw merasa sistem pemilihan umum di Indonesia adalah salah, suatu kesalahan. Kenapa bisa ada banyak partai? Rasanya perbedaan ideologi tidak sebanyak itu. Negara kita adalah negara kesatuan. Banyaknya partai seolah tidak mencerminkan itu. Jadi, rasanya seperti perebutan kekuasaan, di mana seharusnya mereka bekerja sama. Sepertinya bukan politik jika itu tidak benar, tapi pikirkan lagi. “Perebutan kekuasaan.” Jika itu arti sebenarnya dari politik, maka kehidupan berbangsa dan bernegara kita dikuasai oleh nafsu memperebutkan kekuasaan. Berbahaya sekali nasib 250 juta lebih rakyat di tangan orang-orang seperti itu.
Jika menyadari itu, apa gunanya aktif di pemilu? Yakinlah bahwa pendapat ini benar: Kehancuran bangsa disebabkan oleh pemimpin yang salah. Tapi bagaimana bisa memilih pemimpin yang benar jika pilihannya begitu banyak? Mengambil suara terbanya tentu saja. Tapi calon dengan suara terbanyak dari banyak saingan belum tentu menang jika calon itu bertarung dengan sedikit saingan, jika calong itu tidak mendapatkan sekurang-kurangnya setengah dari total suara. Ibaratnya, dua puluh orang memilih satu biskuit dari tujuh kaleng berisi dua puluh biskuit, kecil kemungkinan ada kaleng yang bersisa setengah sehingga seharusnya sulit ditentukan mana yang paling enak. Apalagi jika ada orang yang belum tahu rasa biskuit yang lain yang tidak dipilihnya, hasilnya menjadi tidak valid.
Di politik pun terjadi hal yang demikian. Masih ada saja orang yang tidak tahu ‘rasa’ dari partai ini atau partai itu, dan jumlahnya pun tidak sedikit. Dan tidak ada kesempatan kedua untuk memilih setelah calon itu ditetapkan hingga masa jabatannya habis.
Apa yang akan dilakukan partai jika ingin masyarakat tahu ‘rasa’ mereka? Promosi politik alias kampanye. Tapi tentu saja, tidak berbeda dengan iklan kaleng biskuit, merek terkenal belum tentu yang terbaik. Rasa terenak belum tentu sehat dan murah. Bahkan mungkin biskuit buatan perusahaan rumah tangga bisa lebih enak, lebih sehat, dan murah, meski tidak terkenal. Tapi itu masalah selera, relatif. Dan tidak ada bedanya dengan politik yang membuat orang beropini partai ini baik, partai ini buruk, dsb. Hanya opini, dengan kata lain, relatif.
Dan sekali lagi, apa gunanya aktif di pemilu? Politik tidak memberi banyak lapangan pekerjaan secara langsung bagi bangsa Indonesia. Jika masyarakat mencoblos pun masih perlu waktu yang lama bagaimana hasil dari aktifnya mereka pada pemilu. Dan membutuhkan waktu lebih lama lagi bagi mereka untuk menunggu peningkatan kesejahteraan yang merupakan implikasi dari kegiatan politik yang belum tentu terjadi. Politik hanya menunggu saja bagi yang bukan orang politik. Plotik hanya menunggu, biarkan saja orang-orang yang rebutan kekuasaan itu bekerja. Tapi tidak seharusnya hidup kita bergantung pada politik, karena tentu saja pada awalnya hidup manusia tidak bergantung pada politik, tapi pada pemahaman terhadap alam dan sosial kemasyarakatan. Dari apda menunggu, ditipu oleh janji-janji politik, segeralah berbuat sesuatu karena setiap insan manusia dapat membuat perubahan yang lebih besar dari pada insan politik. Lihat saja di Amerika, begitu banyak aktivis lingkungan yang sudah membuat perubahan besar sementara para senat, apalagi presidennya, belum berbuat sejauh itu. Saya merasa sistem politik kita benar jika mengangkat para aktivis seperti itu. Yang pasti, aktivis bisa dipercaya dan tidak akan meminta gaji tinggi.
Sistem politik ideal menurut gw adalah pemerintahan yang dilakukan oleh kaum yang amat terpelajar bukan secara politik dengan menutamakan musyawarah mufakat. Pembagian kekuasaan tetap ada, legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan semua harus konsisten pada wewenangnya sendiri, menghormati wewenang pihak lain, dan tidak mencampuri kekuasaan pihak lain kecuali dalam hal-hal tertentu. Para pejabat pemerintahan tidak boleh digaji tinggi-tinggi, tapi mereka dibayar dengan kehormatan dan kebanggaan. Pejabat pemerintahan yang baik tidak akan keberatan dengan hal itu. Sistem partai tetap ada, dengan ideologi masing-masing dan jika ada partai baru dengan ideologi yang sama, dilebur saja dengan partai yang sudah ada. Di dalam partai pun boleh berbeda pendapat, jadi untuk apa membuat partai baru? Siapapun yang sudah menjabat di pemerintahan harus melepaskan jabatannya di partai politik itu dan bersumpah tidak akan terlibat kegiatan partai terutama kampanye hingga masa jabatannya usai.
Sistem politik ideal yang menurut gw yang tidak ada di sistem politik Indonesia saat ini adalah semuanya. Pemerintahan tidak seharusnya dipimpin oleh orang politik, dan seharusnya ditiadakan saja istilah politik itu karena ilmu yang ada di dunia politik tidak menyentuh masyarakat, tapi seringnya mengenai kekuasaan. Pembagian kekuasaan ada, tetapi wewenang bercampur. Legislatif seharusnya sibuk pada pencarian masalah, musyawarah untuk mencari solusi, dan membuat peraturan dan undang-undang, tidak mencampuri apa yang dilakukan eksekutif. Jika eksekutif salah, biarkan yudikatif yang bekerja. Dan masalah penggajian, masih jauh dari yang seharusnya. Pemerintahan yunani kuno hanya membayar para legislatif dan eksekutifnya dengan beberapa koin emas saja, tidak jauh beda dari rakyat jelata, dan mereka dilarang memiliki barang-barang yang terbuat dari emas dan perak. Masalah partai sudah dijelaskan. Masalah jabatan di partai politik oleh pejabat pemerintah, itu belum menjadi kenyataan. Seharusnya sudah terjadi, agar para pejabat tidak bekerja di bawah pengaruh politk partainya. Kenyataannya, menteri kabinet pemerintahaan saat ini diizinkan cuti kampanye dan boleh menjadi calon presiden asalkan mundur dari jabatannya menterinya. Seharusnya tidak boleh. Kinerja kabinet menjadi terganggu, dan rakyat menjadi korbannya.
Indonesia terlalu bangga terhadap demokrasi sehingga pesta demokrasi seperti pemilihan umum terlalu dibesar-besarkan. Jauh lebih baik jika bangsa Indonesia bangga terhadap pendidikan, sains, hasil bumi, kemanusiaan, dan lingkungan. Bahwasannya itu jauh lebih berguna bagi bangsa dan negara.

Kehidupan Ideal Versi Gw

Siapa yang tidak ingin punya kehidupan ideal? Setiap orang boleh bermimpi demikian. Tapi sebaiknya jangan hanya bermimpi. Wujudkanlah. Dan kehidupan ideal untuk gw seolah sudah dekat bagi gw.
Kehidupan ideal versi gw:
Gw, lulusan IPB jurusan Teknik Pertanian yang lulus dengan IP mendekati 4.00, bekerja di salah satu badan di bawah Kementrian Riset dan Teknologi atau Departemen Pertanian. Tinggal di lantai teratas suatu apartemen, dekat dengan masjid besar memiliki mobil sport atau SUV off road electric semi otomatis dengan Anti-Lock Breaking System dan Electronic Braking Distribution, dengan sel photovoltaic tepat di atap dan kap mesin mobil dan baterei besar serta mesin yangs angat efisien. Memiliki istri yangs angat lovable, cerdas, dan setia yang bekerja sebagai tenaga medis atau aktivis lingkungan dan kemanusiaan. Selain itu, memiliki villa kecil di tanah yang sangat luas di dataran tingi, dengan sungai kecil yang melintas di belakang rumah dengan pembangkit listrik microhydro, hutan pinus, atap villa dipenuhi sel photovoltaic, dekat masjid besar milik sekolah menengah, perguruan tinggi, atau instansi pemerintah atau swasta, memiliki ekosistem kecil dalam kandang berisi berbagai macam binatang dengan bagian sungai mengalir di bawahnya, dan kincir angin penghasil listrik.
Setiap hari kerja berangkat jam enam pagi dengan electric sports/SUV off road car menuju laboratorium atau kerja lapangan sekaligus mengantar istri bekerja. Bekerja minimal delapan jam, jika sedang ada waktu luang menulis buku untuk diterbitkan, entah novel atau karya umum. Bersama dengan istri, menjadi aktivis.
Setiap Sabtu Minggu lari pagi, bermain sepak bola, atau absket. Jika ada waktu, mengajar di sekolah atau unversitas terbuka secara sukarela. Membuat situs pribadi, serta berkarya dengan menulis buku.
Suatu hari, hasil kerja gw berkontribusi besar pada dunia terutama abnsga dan negara Indonesia. Mendapat penghargaan dari presiden, lalu bersama istri meraih hadiah nobel atas empat hal: Ilmu pengetahuan dan teknologi, perdamaian, kedokteran, dan literatur.
Kehidupan ideal menurut gw harus berada di atas tiang-tiang berikut ini: Agama, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Lingkungan, Keseimbangan Ekosistem, Kemanusiaan, Kesehatan, dan Pendidikan. Tidak sulit untuk mewujudkan itu, gw percaya gw bisa.

Bersyukur Setiap Saat

Bersyukur adalah suatu bentuk kepuasan dalam hidup di kala mendapatkan sesuatu. Banyak agama menyatakan bersyukur adalah cara agar kenikmatan tidak putus datangnya. Sebenarnya hal ini bisa dijelaskan tanpa dalil agama, dan juga membuktikan bahwa ajaran akhlak agama adalah benar.
Di atas sudah dijelaskan pengertian bersyukur, lalu apakah manfaatnya selain yang telah dijelaskan oleh agama? Bersyukur menyatakan kepuasan, sedangkan salah satu sifat manusia yang berbahaya adalah tidak pernah puas. Dengan bersyukur, berarti kita telah mengeliminasi sifat manusia yang buruk dalam diri kita.
Bersyukur menyatakan kepuasan, yang berarti membuat kita semakin termotivasi untuk mendapatkan kepuasan yang lain. Terdengar berkebalikan dengan yang di atas, tapi sebenarnya sih tidak.
Bersyukur menyatakan kepuasan, yang berarti mengaku tidak sedang mengalami keburukan walaupun sedang mengalaminya. Mengekspresikan rasa syukur tidak hanya dilakukan ketika kita sedang mendapatkan kenikmatan, tetapi juga ketika sedang mengalami keburukan sebagai pernyataan bahwa sedang tidak mengalami hal yang buruk.
Gw punya seorang teman asal Pekalongan. Orangnya santai dan selalu terlihat senang walaupun sedang diejek. Ketika gw melihat ia tidak sengaja menjatuhkan bukunya, ia berkata, ”Alhamdulillah bukunya jatuh ke bawah. Bila jatuh ke atas akan susah mengambilnya.” Bagi yang mendengarnya pasti akan tertawa, tapi bagi gw itu adalah sesuatu. Bila bisa bersyukur, kenapa harus merasa kesal?
Tanpa disadari juga kita sering kali berada pada keadaan yang pantas untuk disyukuri tapi kita tidak bersyukur. Seperti contoh ketika sedang sehat, seringkali kita lupa bersyukur. Sementara ketika sedang sakit kita sangat merindukan kesehatan. Bahkan pada hal yang paling sederhana seperti bernafas. Seharusnya di setiap hembusan nafas kita bersyukur sementara di tempat lainada orang yang harus bernafas dengan alat bantu. Dan kita seharusnya bersyukur jika masih bisa melihat indahnya dunia. Bayangkan betapa malangnya orang buta.
Ketika kita dalam kesusahan pun kita tetap harus bersyukur karena tidak mendapatkan sesuatu yang lebih buruk. Kita harus tetap bersyukur hingga hal yang terburuk terjadi, yaitu ketika kita tidak mampu lagi bersyukur.

Adaptasi

Setiap manusia pasti pernah mengalaminya, masa-masa di mana sedang beradaptasi dengan suasana dan lingkungan yang baru yang akan dihadapi dalam waktu lama. Mungkin sama seperti binatang yang beradaptasi dengan habitat baru. Dan juga seperti binatang, tidak semua manusia bisa beradaptasi dengan suasana dan lingkungan yang baru. Beberapa butuh waktu lama untuk beradaptasi, tetapi ada juga yang cepat beradaptasi. Pasti menyenangkan jika terbiasa dengan semua lingkungan yang ada.
Kita sering melihat hal-hal seperti ini,dan mungkin juga pernah mengalaminya. Seperti contoh anak TK yang baru lulus dan siap belajar di Sekolah Dasar. Anak TK itu tentu saja akan berganti statusnya menjadi anak SD, dan ia juga harus beradaptasi untuk terbiasa dengan teman baru, ruang kelas baru, cara belajar yang baru, dan lain-lain. Adaptasi semakin cepat akan semakin baik karena untuk membuat prestasi di tempat baru haruslah merasa bahwa itu atmosfernya, lingkungan tempat di mana ia seharusnya berada.
Bagaimana jika tidak mampu beradaptasi? Bayangkan seekor binatang yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya, misalnya seekor burung elang gunung yang berasal dari daerah beriklim Mediterania dipindahkan ke pegunungan di Skandinavia yang beriklim dingin dan selalu bersalju. Maka burung elang itu harus mampu berburu binatang yang sering bersembunyi di bawah lapisan salju. Jika tidak bisa, elang itu akan mati. Itulah yang akan terjadi jika manusia saat ini tidak mampu beradaptasi. Bukan mati, hanya saja tidak bisa hidup selayaknya manusia yang mampu beradaptasi, meski masih ada kemungkinan mati.
Gw juga sedang mengalaminya. Sudah empat minggu di IPB, sudah cukup terbiasa meski amsih membutuhkan sedikit penyesuaian. Tapi gw menganggap gw cepat beradapatsi. Kenyataannya, gw sangat excited ketika menghadapi kelas kuliah pertama. Gw sangat ingin disibukkan oleh kegiatan kampus gw, gw siap menyelesaikan 200 SKS! Sepertinya yang terakhir tidak mungkin.
Gw ngga bisa memberikan tips mengenai beradaptasi dengan cepat, karena itu tergantung dari masing-masing individu. Tidak seperti binatang, setiap insan manusia berbeda-beda sifat dan perilakunya karena kita memiliki otak yang kompleks yang memuat berbagai tingkat emosi dan kecerdasan.
Intinya adalah, cepat-cepatlah beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Jadilah fleksibel di setiap suasana dan lingkungan yang ada agar mampu meraih pencapaian tinggi di setiap aspek kehidupan.