Minggu, 28 September 2008

Sahur Ramadhan

Di opini ini gw mau mengkritik suatu kebiasaan buruk bangsa ini yang semakin terlihat jelas ketika sahur ramadhan tiba.
Ketika waktunya sahur tiba, hampir setiap channel televisi menayangkan acara yang mengundang tawa, yang menurut gw sangat tidak mendidik. Acara yang sangat aneh, bahkan pada kuisnya yang pertanyaanya bisa dijawab anak TK atau berorientasi pada sponsor. Maksud gw, mengapa harus menonton acara aneh ini ketika kita masih bisa melakukan sesuatu yang lebih berguna, termasuk menyaksikan acara televisi yang lebih mendidik. Tentu saja masih ada acara televisi itu ketika sahur, tapi sedikit sekali seolah-olah seperti satu di antara seribu karena yang menonton itu juga satu di antara seribu.
Itulah kebiasaan buruk bangsa ini, lebih menyukai hiburan dari pada pendidikan. Jika hal itu tidak berakibat buruk, boleh-boleh saja. Tapi kenyataannya, kebodohan adalah hal yang menghancurkan bangsa ini.

Food Trap

Gw mendapat istilah ini dari dosen gw. Inspirasinya juga dari dia. Ketika ia menjelaskan tentang itu, pikiran gw terbuka.
Ketika kita makan, sadarkah kita bahwa mungkin saja itu terbuat dari bahan yang berasal dari negara lain. Ungkapan umum yang berbunyi “Cinatilah Produksi Dalam Negeri” itu memang harus diresapi dengan sepenuh hati oleh seluruh bangsa ini. Manfaat dari penggunaan produksi dalam negeri jauh lebih besar dari yang kita bayangkan.
Contoh termudah adalah tepung terigu. Makanan umum apa yang sering membuat kita lupa bahwa itu terbuat dari bahan impor, seperti tepung terigu? Dari mie rebus sampai roti unyil, menggunakan bahan baku tepung terigu. Bayangkan saja, roti unyil yang merupakan makanan rakyat, memakai bahan impor. Hal itu tidak hanya pada tepung terigu saja, tapi pada hal lainnya.
Mengapa kita perlu concern terhadap hal ini? Ya, bayangkan saja jika tiba-tiba harga bahan impor itu naik secara global sehingga negara-negara eksportir menghentikan ekspornya. Bila satu negara terlanjur merasa ketergantungan terhadap bahan impor, efeknya sama seperti individu yang kecanduan narkoba, dan memang sulit dihilangkan.
Hukum ekonomi mengatakan bahwa jika terjadi kelangkaan, manusia akan mengkonsumsi barang substitusinya. Hanya saja kita belum membangun keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi barang substitusi yang jelas-jelas ada kecuali telah terjadi kelangkaan. Ketika kesulitan itu datang, sudah terlambat karena kita belum mengembangkan teknologi dan teknik produksi dengan menggunakan bahan substitusi. Singkatnya, kita malas dan hanya mau yang praktis.
Mengenai tepung terigu, kira-kira apa substitusinya? Yang sederhana saja yang sudah akrab di masyarakat, tepung beras. Mungkin tekstur dan kualitasnya tidak sama. Jika belum puas, gunakan saja tepung singkong, tepung jagung, tepung kentang, banyak! Hanya saja kita tidak mau berpikir. Kita belum mengembangkan teknik produksi untuk memperbaiki kualitasnya hingga menyamai apa yang kita inginkan, bahkan lebih baik.
Itulah food trap. Kita terlena terhadap kepraktisan penggunaan bahan pangan impor. Sadarlah, alirah bahan baku impor itu bisa dihentikan kapan saja oleh negara-negara pengekspor. Jika itu terjadi, dalam beberapa hal kita belum siap.
Apa yang bisa kita lakukan sebagai warga negara? Yang termudah yang bisa kita lakukan adalah menggunakan bahan pangan produksi dalam negeri. Tanpa kita sadari, menggunakan barang dan jasa produksi dalam negeri mendatangkan banyak manfaat bagi semua pihak, dari konsumen hingga warga negara lain yang tidak terkait kegiatan konsumsi yang kita lakukan.
Keuntungan bagi konsumen adalah, hasil produksi dalam negeri umumnya lebih murah dari barang impor. Selain itu, distribusinya lebih mudah karena jarak yang dekat sehingga relatif ‘fresh’. Keuntungan bagi produsen, dapat memajukan usaha produsen tersebut dikarenakan keuntungan yang didapat memadai sehingga bisa memperbesar usahanya dan berdampak pada bertambahnya lapangan kerja. Pada bangsa dan negara, yang paling mudah diingat, menghemat devisa negara. Jika impor berkurang, rupiah pun tetap aman.
Yang di atas adalah pengetahuan sekolah dasar. Masih banyak lagi manfaatnya. Apalagi kita saat ini sudah mengetahui mana yang baik dan buruk.

Selasa, 09 September 2008

Yang Hilang dari Sebuah Mobil

Sebenarnya sulit juga menentukan judul opini ini. Yang dimaksud, bukanlah apa yang kurang dari sebuah mobil, meski ada benarnya juga. Maksud sebenarnya adalah kesempatan-kesempatan yang hilang dari melajunya sebuah mobil. Sadar atau tidak sadar, ketika mobil berjalan kita telah kehilangan banyak kesempatan untuk mengumpulkan energi yang mungkin bisa menggantikan energi yang dibuang.
Kesempatan-kesempatan itu diantaranya:
  1. Banyaknya ruang yang bisa dimanfaatkan untuk menaruh solar panel, tapi adakah mobil seperti itu saat ini? Mungkin ada dalam jumlah sedikit.
  2. Dalam kecepatan tertentu udara bergerak melewati mobil dengan kecepatan tertentu pula, tergantung aerodinamika mobil. Angin itu bisa dipakai untuk memutar turbin angin kecil yang dipasang di sepanjang chasis mobil untuk menghasilkan listrik, seperti terowongan angin yang terpasang di chasis mobil balap F1 untuk mendinginkan mesin. Dan turbin ini tidak mengurangi kecepatan mobil secara signifikan.
  3. Roda mobil yang berputar bisa dipakai untuk memutar generator mini penghasil listrik.
  4. Ketika memakai AC, kondisi di dalam mobil menjadi dingin dan menimbulkan perbedaan suhu antara bagian dalam mobil dan luar mobil. Dengan hukum termodinamika, selisih suhu ini bisa digunakan untuk memutar turbin kecil penghasil listrik yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan turbin uap.
  5. Lubang knalpot mobil melepaskan gas. Sebelum gas dilepas, bisa dipakai untuk memutar turbin dalam knalpot.
  6. Mesin yang dalam keadaan panas bisa dipakai untuk menguapkan air yang lalu dipakai untuk memutar generator mini yang dipasang di dalam kap mesin.
Di masa depan, listrik akan berjaya karena mampu dihasilkan dari banyak sumber dan bisa dimanfaatkan untuk banyak hal. Selain itu, listrik adalah bentuk energi yang cukup aman dan bisa disalurkan dan disimpan dengan mudah. Karena itu, jika mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan listrik ke dalam suatu baterai, mengapa tidak dilakukan?
Pernah mendengar mobil berbahan bakar baterai? Gw pun berpikir hal itu mungkin saja terjadi. Air terdiri dari oksigen dan hidrogen. Sejak diketahuinya hal itu, orang-orang sudah mulai berpikir untuk memanfaatkan air sebagai bahan bakar. Saat ini, yang sudah terjadi adalah penggunaan air sebagai bahan bakar secara tidak langsung, yaitu dengan mengambil hidrogen dari air sebagai bahan bakar. Masalahnya adalah, membutuhkan energi listrik yang cukup besar untuk memecah air menjadi hidrogen dan oksigen. Tapi bukannya tidak mungkin mobil masa depan membawa air sebagai bahan bakar nantinya. Dengan empat poin teratas yang gw kemukakan untuk mengumpulkan energi, energi yang didapatkan bisa dipakai untuk memecah air menjadi oksigen dan hidrogen langsung ketika mobil berjalan. Bahkan bila sustainable, bisa dikatakan mobil tidak perlu mengisi ulang karena air yang ‘pecah’ bisa kembali menjadi air setelah dipakai untuk menghasilkan energi untuk menjalankan mobil.

Sampah dan Limbah

Sebelum muncul peradaban manusia, ekosistem di seluruh permukaan bumi berjalan self-sustaining, temasuk dalam pengolahan limbah. Semua limbah yang dihasilkan oleh alam adalah limbah organik yang biodegradable dan diolah oleh alam itu sendiri menjadi sesuatu yang menguntungkan baginya. Jadi, alam melakukan siklus secara terus menerus dengan bahan organiknya, siklus melingkar yang di satu titik merupakan sampah dan di titik yang berlawanan adalah hasil pengolahan limbah yang sudah menjadi bagian yang menyatu sempurna dengan alam.
Peradaban manusia pun datang. Sejak awal, manusia memang tidak ada niat untuk mengolah sampahnya. Ini tentu saja karena peradaban kuno tidak menggunakan logam terlalu banyak, dan belum ada plastik dan kaca. Jika ada logam yang tak terpakai pun, mereka akan memakai atau meleburnya kembali karena mendapatkan logam adalah hal yang sulit. Sampah yang mereka buang umumnya adalah sampah organik yang membutuhkan waktu singkat bagi alam untuk mengurainya.
Kini, di peradaban modern, sampah plastik, kaca, dan logam bertumpuk di mana-mana. Sedikit sekali kesadaran manusia untuk mengurangi, memakai kembali, ataupun mendaur ulang dengan berbagai jenis alasan. Alasan yang muncul dari keengganan menguranginya adalah karena kebutuhan. Alasan yang sebenarnya adalah, manusia tidak pernah puas dan selalu ingin lebih meski sebenarnya telah tercukupi.
Alasan yang muncul dari keengganan menggunakan kembali sampah plastik, logam, dan kaca adalah karena kesehatan dan kepraktisan. Alasan pertama bisa dimaklumi, tapi alasan kedua tidak. Manusia diberkahi otak untuk erpikir. Jika tidak dipakai, jangan pernah mengaku manusia. Masalah praktis atau tidaknya penggunaan sampah plastik, kaca, dan logam itu harus dipikirkan oleh manusia itu sendiri, juga mengenai dampaknya jika tidak dilakukan.
Alasan keengganan mendaur ulang dalah karena kurang menguntungkan secara ekonomi. Ini alasan yang sangat tidak dimaafkan, karena uang sejak awal adalah sumber masalah dari menumpuknya sampah plastik, kaca, dan logam dan kini menjadi alasan untuk enggan mendaur ulang. Industri berbasis plastik, kaca, dan logam memperoleh keuntungan yang cukup tinggi karena masyarakat banyak yang membelinya.
Jika alam membuat siklus di mana sampah berada di satu titik dan selalu kembali menjadi bahan yang berguna, manusia justru hanya membuat satu garis arah, di mana titik awalnya adalah barang yang berguna dan di titik akhirnya adalah sampah yang oleh manusia dianggap tidak berguna. Garis itu pun cukup pendek. Sebagai contoh, plastik pembungkus makanan. Satu detik dibuat, dua puluh menit pemakaian, dua ratus tahun penguraian oleh alam. Apakah kita harus menunggu hingga dua ratus tahun, sementara plastik sangat mudah sekali dibuat seolah tidak ada habisnya. Ini adalah salah satu bentuk keegoisan manusia.
Manusia seolah membuat kehidupannya sendiri yang terpisah oleh alam. Keegoisan manusia menunjukkan hal itu. Secara akal sehat, hal itu tidak mungkin karena faktanya semua hal yang membuat kita hidup berasal dari alam, bahan udara yang kita hirup. Kita tidak bisa membuat oksigen sendiri, kita tidak bisa menduplikasi sepenuhnya apa yang alam bisa perbuat. Yang kita lakukan adalah mengekspoitasi alam dan merusaknya tanpa ada usaha untuk memperbaikinya.
Jika alam mampu mengungkapkan perasaannya, ia tentu saja akan mengatakan manusia adalah seburuk-buruknya sampah yang bahkan tak ingin dilihat atau disentuh.

Ospek

Ospek, umum didengar mahasswa dan calon mahasiswa sebagai masa penyiksaan sebelum kuliah dimulai. Gw juga merasakannya demikian. Gw baru saja menyelesaikan Ospek, atau di IPB disebut MPKMB.
Ospek adalah singkatan dari Orientasi Siswa Pengenalan kampus. Umum terjadi bagi mahasiswa baru di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Tujuannya, agar mahasiswa baru lebih mengenal kampus sebagaimana tertulis dalam namanya. Tentu saja secara nalar, semua mahasiswa memerlukan masa orientasi.
Tapi entah kenapa dalam pelaksanaannya jauh sekali dari tujuan sebenarnya. Sering kali dalam pelaksanaannya, senior menyuruh mahasiswa melakukan hal-hal yang aneh, yang melelahkan, dan tidak jarang pula mendekati penyiksan fisik dan mental. Itu sangat tidak dibenarkan.
Kira-kira, apa yang menyebabkan itu terjadi? Banyak yang mengira itu adalah rantai balas dendam, ada yang mengatakan agar mahasiswa senior lebih dihormati, ada juga yang berkata untuk kedisiplinan. Apapun alasannya, itu tidak benar. Seharusnya Ospek menyentuh nilai-nilai akademik kampus.
Di IPB, Ospek disebut MPKMB. Meski namanya beda, maksud sama. Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru, itulah kepanjangannya. Para mahasiswa tetap disuruh membawa barang yang aneh-aneh, ‘pelatihan’ fisik yang cukup keras, dan dikerjai juga. Tapi gw yakin, Ospek lain tidak ‘selembut’ dan seseru MPKMB.
Jadi sebenarnya, perlukah Ospek itu? Tentu saja setiap mahasiswa baru memerlukan masa orientasi, tapi tidak yang menguras uang, mental, dan fisik. Bahkan sebenarnya, masa orientasi bisa berjalan dengan sendirinya.

17 Agustus

Di tanggal 17 Agustus, setiap insan bangsa Indonesia wajib merayakan hari kemerdekaan Indonesia. Lain dengan hari kebangkitan bangsa yang diragukan banyak orang, hari proklamasi adalah benar karena pada hari itulah Soekarno membacakan proklamasi dan menyatakan bahwa bangsa Indonesia merdeka saat itu juga, meski masih banyak hambatan yang terjadi pasca hari itu. Dan dengan semangat persatuan dan kemerdekaan, bangsa Indonesia berhasil sepenuhnya lepas dari tentara penjajah.
Tapi apakah benar saat ini kita benar-benar lepas dari penjajahan? Sangat sedikit yang mengatakan iya. Banyak yang berkata, kita justru telah dijajah kembali dengan cara yang baru. Secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya kita masih berada di bawah bayang-bayang dunia barat yang berpotensi merusak. Secara politik kita bisa lihat betapa banyak peraturan perundang-undangan negara kita terasa begitu kebarat-baratan dan tidak sesuai dengan bangsa Indonesia. Dan juga tentunya intervensi politik dari luar masih menghujani negara ini.
Secara ekonomi, sistem ekonomi Indonesia secara perlahan menuju ke arah kapitalisme yang jelas-jelas tidak sesuai dengan bangsa Indonesia dan terbukti mengalami kegagalan ketika terjadi kenaikan harga komoditas yang cukup tinggi akibat para spekulan. Budaya spekulasi juga warisan kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme pun hanya menguntungkan pihak yang mempunyai uang banyak tapi menyingkirkan yang miskin.
Pada kehidupan sosial dan budaya kita telah diracuni oleh budaya barat yang merusak dan cara hidup yang individualistis. Hal itu juga memecah rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang merupakan senjata utama pertahanan bangsa Indonesia.
Dan merupakan tugas kita bangsa Indonesia yang masih hidup untuk melanjutkan perjuangan menuju kemerdekaan yang sepenuhnya.
Dan berhubung masih membicarakan hari proklamasi, gw juga ingin membicarakan ‘pesta rakyat’ yang selalu diselenggarakan di hari itu. Panjat pinang adalah yang paling umum sedangkan yang lainnya merupakan kreasi daerah masing-masing. Jujur aja, gw tidak menyukai hal itu karena inti dari permainan-permainan itu adalah bersenang-senang. Gw tidak senang bersenang-senang seperti itu, tapi sesuatu yang menguras kecerdasan dan kreativitas adalah hal yang paling menyenangkan buat gw. Masalahnya, sudah 63 tahun Indonesia merdeka tapi tetap saja bangsa Indonesia terlihat statis, bahkan dalam merayakan hari kemerdekaan yang sebenarnya bisa diubah dengan kreativitas dan tidak ada masalah jika diubah.