Rabu, 08 Oktober 2008

Pasca Mudik = Masalah Ibukota?

Pasca mudik, sebagian pemudik membawa saudara-saudaranya dari kampung halaman ke kota dengan harapan bisa bekerja. Itu berarti juga urbanisasi, yang kita tahu biasanya membawa masalah.
Urbanisasi adalah arus perpindahan penduduk dari lura kota ke kota. Bisa dibilang, urbanisasi mendatangkan banyak masalah, baik di kotanya maupun di daerah tempat asal urbanisasi. Lebih banyak masalahnya dari pada manfaatnya. Masih adakah orang yang sadar dari masa asal gelandangan dan pengemis yang ramai di ibukota ini? Mereka adalah akibat dari urbanisasi yang tidak terencana. Kebanyakan urbanisasi memang seperti itu, kan?
Untuk mencegah bertambahnya jumlah penduduk akibat urbanisasi yang tidak terencana itu dan melebihi jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia, wajar jika para pejabat pemerintah ibukota menggelar operasi yustisi pasca mudik lebaran. Ada yang bilang, itu melanggar HAM, tapi yang sebenarnya adalah jika tidak melakukan apa-apa justru suatupelanggaran HAM karena operasi yustisi bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi mereka yang tidak memiliki rencana di ibukota sehingga tidak menjadikan mereka gelandangan atau pengemis. Dengan hidup menderita di kota pun mereka tetap akan memaki para pejabat pemerintah ibukota itu, dalam hati ataupun lisan.
Apa penyebab semua itu? Akarnya adalah kesejahteraan di daerah asal yang kurang, bahkan masih jauh dari cukup. Pemerintah pusat seharusnya memikirkan itu,jangan hanya mengurus kemacetan ibukota yang sebenarnya adalah kesalahan warga itu sendiri. Tapi kurangnya kesejahteraan masyarakat adalah tanggung jawab pemerintah.
Tapi saran gw untuk semua pemudik, janganlah membawa kerabat asli daerah menuju kota besar tanpa persiapan yang cukup. Hal itu, jika dipikirkan matang-matang, akan berakibat buruk pada daerah tersebut, tidak hanya pada ibukota saja. Misalnya, daerah tersebut akan kehilangan tenaga produktif yang seharusnya berguna untuk pembangunan daerah tersebut. Seburuk apapun daerah itu, pasti ada yang bisa mereka lakukan. Dan bagi yang sudah sukses di kota, jangan lupa untuk membangun daerah asal. Jangan egois!

Mudik

Ini kebiasaan bangsa Indonesia ketika libur panjang tiba, dan biasanya sih ketika libur Idul Fitri. Memang sih tidak semua bangsa Indonesia melakukan ini, tapi cukup banyak sehingga menjadi trade mark-nya Indonesia.
Berawal dari kebijakan sentralisasi pemerintahan orde baru terhadap ibu kota yang membuat warga dari daerah keluar dari tempat asal mereka yang kurang menjanjikan menuju ibu kota untuk mencari kesejahteraan. Maka timbul arus urbanisasi yang membuat ibukota sesak. Tapi tentu saja pada suatu saat, setidaknya sekali setahun, mereka yang dulu berurbanisasi merealisasikan keinginan mereka untuk kembali sejenak ke kampung halaman tempat asal mereka.
Dan dari berbagai musim di Indonesia (musim layangan, musim duren, musim rambutan), dua belas bulan, 52 minggu, dan 365 hari setahun, mayoritas kaum urban memilih hari lebaran.
Ada banyak kkemungkinan mengapa kaum urban mudik. Yang paling jelas, adalah kangen. Bukan karena ingin dengar lagu Kangen Band yang menjijikan itu, tapi memang kangen pada keluarga. Tapi bila tidak dijelaskan secara lengkap, rasanya janggal ya? Jika kangen, seharusnya bisa pulang kapan saja dan tidak harus menunggu lebaran tiba. Kita akan membahasnya nanti.
Lalu, pamer adalah alasan kedua, dengan tidak menggunakan arti yang sebenarnya. Mereka yang berurbanisasi ingin menunjukkan kepada kampung halamannya bahwa mereka bisa hidup mapan dan berkesinambungan di ibukota.
Lalu mengapa memilih hari lebaran? Merayakan hari raya memang lebih tepat bersama keluarga. Itu sudah tradisi. Lagipula, biasanya hari raya hanya satu kali setahun.
Selain itu, lebaran ‘membawa’ libur panjang. Karena perjalanan dan lamanya tinggal sejenak di daerah asal untuk melepas kangen butuh waktu berhari-hari sehingga mereka memanfaatkannya. Entah siapa yang memulai tradisi libur panjang ini, tapi sudah jelas ini telah menjadi tradisi karena ada yang memulainya entah kapan, lalu yang lain mengikuti dan terus terjadi secara periodik.
Seperti yang sudah diketahui, mudik adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat ia tinggal dan bekerja ke kampung halaman tempat ia dilahirkan. Gw hanya menyebut dua alasan yang pasti muncul tentang mengapa orang-orang memilih hari-hari sekitar hari lebaran, tapi gw masih heran mengapa harus di hari-hari itu? Kedua alasan itu kurang kuat bagi gw. Karena mereka kompak mudiknya, itu menimbulkan banyak masalah di jalanan.
Berbagai masalah yang pasti terjadi di antaranya:
Macet. Tentu saja demikian. Jakarta yang memiliki jalan raya yang begitu panyang dan lebarnya pun tetap macet di hari biasa, bagaimana jalan di daerah yang tidak selebar jalan ibu kota?
Traffic accident. Biasa terjadi kok, bahkan di hari biasa. Tapi entah kenapa kecelakaan di hari-hari mudik diberitakan lebih heboh. Kecelakaan-kecelakaan itu paling banyak terjadi di jalan raya dan menimpa kendaraan pribadi, 75%nya sepeda motor. Jumlahnya ribuan pada arus mudi 2007, dan korbannya jiwanya ratusan, terjadi dalam dua minggu. Sebenarnya sih, mudik ga mudik, jumlah kecelakaan tetap besar.
Tindak kejahatan meluas. Ya tentu saja, karena ‘target’ membludak, para kriminal jadi bersemangat karena mendapat job banyak, disamping peningkatan tingkat pengamanan tidak sebesar peningkatan jumlah ‘target’ para kriminal itu. Jenis kejahatan yang paling sering terjadi adalah pencopetan, seperti yang baru saja gw alami(T_T), dan dapat terjadi di jenis transportasi apa saja.
Emisi karbon dioksida. Tentu saja ini adalah dosa pengendara kendaraan pribadi, tapi mereka tapi mereka seperti tanpa dosa. Dan ini juga masalah, selain masalah lingkungan juga masalah kemanusian dan masalah moral.
Kebanyakan manusia mudk sebelum lebaran dan kembali setelahnya. Mengapa tidak mudik setelah lebaran saja? Itu saran gw, karena mudik ketika masih di bulan puasa mengorbankan banyak hal, terutama dalam hal ibadah. Bukankah sebaiknya berlebaran di tempat tinggal dulu, baru setelahnya di kampung halaman. Banyak yang bilang, orang kota itu individualis. Tapi kalau gw memikirkan fakta di atas, yang sebenarnya justru sebaliknya. Individualis adalah mementingkan kepentingan diri sendiri, keluarga, dan golongan. Bukankah yang mementingkan berlebaran di kampung halaman adalah orang-orang yang seperti itu? Padahal ia sudah tergabung dengan suatu masyarakat. Tapi ketika ia seharusnya merayakan lebaran dengan masyarakat yang telah memberinya tempat tinggal, malah ditinggalkan.
Dan mengenai proses mudiknya, gw menyarankan agar menggunakan public transportation. 75% kecelakaan mudik itu diakibatkan oleh sepeda motor, dan lebihbesar lagi persentasenya jika yang dihitung adalah kecelakaan yang diakibatkan oleh semua kendaraan pribadi. Selain itu, para pemudik yang menggunakan public transportation juga terhindar dari dosa sebagai pengendara kendaraan pribadi. Yang namanya mudik itu kan kembali bersih lagi, jiwa dan raganya.