Ini adalah game paling terfavorit di antara pengguna internet, yaitu game yang antara penggunanya bisa terhubung melalui jaringan internet. Ini adalah jenis game yang bisa dimainkan banyak orang dalam waktu bersamaan. Bahkan kenyataannya game ini seperti nonstop. Bis adimainkan kapan saja asalkan ada komputer dan jaringan internet kecuali pada saat-saat tertentu seperti maintenance.
Pemain game ini bervariasi, dari anak kecil hingga dewasa. Gw ngga tahu pasti berapa range usia para pemain game ini, tapi gw sudah melihat anak SD dan pegawai kantoran yang baru dipecat main game ini setiap hari^^. Memang amat bervariasi, usia, orangnya, dan jenis kelaminnya. Kebanyakan sih laki-laki, tapi dengan semakin meningkatnya jumlah pemain game ini, jumlah pemain perempuan juga semakin banyak. Setiap gw ke game center, minimal gw melihat dua perempuan sedang bermain game ini.
Selain itu ada begitu banyak persepsi umum bahwa bermain game ini terlalu sering memiliki banyak efek buruk. Benarkah itu? Beberapa benar, tapi ada juga yang hanya mitos. Persepsi negatif yang benar itu diantaranya:
Kecerdasan yang dimaksud diantaranya adalah kemampuan menganalisa, menghapal, memprediksi, kerja sama tim, dan strategi dalam memecahkan masalah. Sekilas itu semua juga diperlukan dalam pelajaran sekolah. Tapi sepertinya itu tergantung dari mood gamer, mau fokus pada pelajaran atau pada game.
Seperti contoh, game favorit gw, Warcraft. Dalam game ini, gamer ditantang untuk mengembangkan karakter yang dimainkannya dengan benar. Selain itu, gamer juga harus tahu kemampuan lawan (menghapal), kemungkinan serangan dan taktik yang akan dilakukan lawan (memprediksi), lalu mencari jalan bagaimana mengalahkannya (membuat strategi, analisa), secara individu ataupun dengan kerja sama tim. Masyarakat tidak bisa begitu saja mengabaikan kemampuan-kemampuan itu. Terbukti, kemampuan semacam itu berguna di kehidupan nyata.
Yang menjadi masalah mungkin adalah membagi waktu. Terlalu sering bermain game jelas mengurangi waktu belajar sehingga tidak ada waktu untuk belajar pelajaran sekolah. Seandainya gamer punya waktu belajar cukup, dijamin kemampuannya dalam pelajaran sekolah lebih besar dari pada yang tidak bermain game.
Yang berpotensi menjadi salah persepsi lagi mungkin adalah kemampuan menghapal gamer. Bila benar kemampuan menghapal meningkat, kenapa masih ada gamer yang jatuh pada pelajaran yang berkaitan dengan menghapal? Sekali lagi, waktu belajar yang menjadi masalah. Gamer yang hebat jelas memiliki kemampuan menghapal yang hebat. Dan tidak benar bermain game bisa membuat kita lupa pada hapalan materi pelajaran yang pernah dilakukan. Tidak benar bahwa di dalam otak, suatu memori bisa menggeser atau menghapus memori lain. Lupa hanya masalah fisiologis, sama dengan pikun atau hilang ingatan. Kapasitas otak manusia tidak terbatas. Itulah yang dikatakan Galileo Galilei. Bahkan Albert Einstein pun yang otaknya diawetkan oleh para ilmuwan ternyata baru menggunakan sepuluh persen dari potensi maksimal otaknya. Kecerdasan yang dimiliki Einstein mungkin belum mencakup keseluruhan kecerdasan yang dimiliki gamer hebat.
Jadi, jangan ragu untuk bermain game, dan juga ingat pada kehidupan nyata. Gw punya pengalaman, berkenalan dengan seseorang di online game. Ia mengaku cewek. Tapi setelah diselidiki, ternyata dia adalah cowok. Syukurlah gw belum sempat suka dengannya (hiiii!). Ini juga salah satu dari akibat buruk bermain online game, rusaknya kehidupan^^.
Pemain game ini bervariasi, dari anak kecil hingga dewasa. Gw ngga tahu pasti berapa range usia para pemain game ini, tapi gw sudah melihat anak SD dan pegawai kantoran yang baru dipecat main game ini setiap hari^^. Memang amat bervariasi, usia, orangnya, dan jenis kelaminnya. Kebanyakan sih laki-laki, tapi dengan semakin meningkatnya jumlah pemain game ini, jumlah pemain perempuan juga semakin banyak. Setiap gw ke game center, minimal gw melihat dua perempuan sedang bermain game ini.
Selain itu ada begitu banyak persepsi umum bahwa bermain game ini terlalu sering memiliki banyak efek buruk. Benarkah itu? Beberapa benar, tapi ada juga yang hanya mitos. Persepsi negatif yang benar itu diantaranya:
- Merusak mata, kecuali jika menggunakan layar LCD dan bermain dengan jarak antara mata dan layar sejauh kurang lebih delapan puluh centimeter. Dijamin mata akan terjaga. Tapi sudah jelas gamer tidak akan menjauhkan matanya dari layar sejauh itu.
- Mengancam kesehatan. Terlalu banyak duduk bisa membuat kta semakin jarang bergerak. Berpotensi mengakibatkan kerapuhan tulang. Terlalu sering bermain juga akan mengurangi atau bahkan meniadakan waktu olahraga kita.
- Mengurangi waktu belajar, terutama bagi orang yang perlu belajar (siswa, mahasiswa). Itu sudah jelas.
- Merusak kehidupan. Tergantung bagian dari kehidupan mana yang rusak akibat fanatisme berlebihan ini. Entah lupa sekolah, kuliah, atau kerja. Lupa pulang ke rumah. Uang sering habis, tak punya tabungan sehingga banyak berhutang. Diputusin pasangannya karena berbagai hal. Uang SPP dipakai untuk bermain. Sering bolos, sehingga dikeluarkan dari sekolah, kampus, atau tempat kerja. Kok gw banyak tahu ya? Sebagian pengalaman, sebagian menyaksikan^^. Bahkan gw sudah melihat berita ada orang yang mati ketika bermain online game, tepat ketika karakter yang dimainkannya mati. Dunia ini aneh banget ya?
Kecerdasan yang dimaksud diantaranya adalah kemampuan menganalisa, menghapal, memprediksi, kerja sama tim, dan strategi dalam memecahkan masalah. Sekilas itu semua juga diperlukan dalam pelajaran sekolah. Tapi sepertinya itu tergantung dari mood gamer, mau fokus pada pelajaran atau pada game.
Seperti contoh, game favorit gw, Warcraft. Dalam game ini, gamer ditantang untuk mengembangkan karakter yang dimainkannya dengan benar. Selain itu, gamer juga harus tahu kemampuan lawan (menghapal), kemungkinan serangan dan taktik yang akan dilakukan lawan (memprediksi), lalu mencari jalan bagaimana mengalahkannya (membuat strategi, analisa), secara individu ataupun dengan kerja sama tim. Masyarakat tidak bisa begitu saja mengabaikan kemampuan-kemampuan itu. Terbukti, kemampuan semacam itu berguna di kehidupan nyata.
Yang menjadi masalah mungkin adalah membagi waktu. Terlalu sering bermain game jelas mengurangi waktu belajar sehingga tidak ada waktu untuk belajar pelajaran sekolah. Seandainya gamer punya waktu belajar cukup, dijamin kemampuannya dalam pelajaran sekolah lebih besar dari pada yang tidak bermain game.
Yang berpotensi menjadi salah persepsi lagi mungkin adalah kemampuan menghapal gamer. Bila benar kemampuan menghapal meningkat, kenapa masih ada gamer yang jatuh pada pelajaran yang berkaitan dengan menghapal? Sekali lagi, waktu belajar yang menjadi masalah. Gamer yang hebat jelas memiliki kemampuan menghapal yang hebat. Dan tidak benar bermain game bisa membuat kita lupa pada hapalan materi pelajaran yang pernah dilakukan. Tidak benar bahwa di dalam otak, suatu memori bisa menggeser atau menghapus memori lain. Lupa hanya masalah fisiologis, sama dengan pikun atau hilang ingatan. Kapasitas otak manusia tidak terbatas. Itulah yang dikatakan Galileo Galilei. Bahkan Albert Einstein pun yang otaknya diawetkan oleh para ilmuwan ternyata baru menggunakan sepuluh persen dari potensi maksimal otaknya. Kecerdasan yang dimiliki Einstein mungkin belum mencakup keseluruhan kecerdasan yang dimiliki gamer hebat.
Jadi, jangan ragu untuk bermain game, dan juga ingat pada kehidupan nyata. Gw punya pengalaman, berkenalan dengan seseorang di online game. Ia mengaku cewek. Tapi setelah diselidiki, ternyata dia adalah cowok. Syukurlah gw belum sempat suka dengannya (hiiii!). Ini juga salah satu dari akibat buruk bermain online game, rusaknya kehidupan^^.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar