Senin, 12 Mei 2008

Pendidikan

Hardiknas sudah lewat. Memikirkan pendidikan, membuat gw teringat bahwa ini adalah suatu hak azasi manusia yang tidak semua orang bisa mencapainya. Menjadi cerdas memang suatu perjuangan berat, tapi ini tidak melulu mengenai uang.
Menjadi cerdas memang hak azasi manusia. Setiap manusia mempunyai hak untuk mengetahui dan mendapatkan informasi. Setiap manusia punya hak untuk memahami dunia ini agar selamat dalam menjalani kehidupan. Sayangnya hal yang menjadi inti dalam masyarakat ini menjadi “komoditas” yang tidak semua orang dapat mencapainya, meskipun juga tidak bisa kita dapatkan dengan jalan pintas. Banyak penyebabnya.
Dari awal sampai akhir jenjang pendidikan, uang adalah masalah pertama yang ditemukan. Tapi itu bisa diatasi dengan adanya beasiswa asalkan berprestasi. Siswa yang berprestasi memang diuntungkan dalam banyak hal, tapi siswa yang mempunyai banyak uang lebih banyak memiliki kemudahan itu. Tapi tetap saja, seharusnya pendidikan tanpa biaya. Seperti udara, perlukah kita membayar untuk menghirupnya? Ki Hajar Dewantara pun akan menangis melihat hal ini.
Selain itu, menjadi cerdas juga membutuhkan perjuangan keras, determinasi, komitmen, dan kerja keras. Tidak boleh berpaling sedikitpun. Lihat saja siswa yang menangis pasca ujian nasional dan masih mencemaskan hasilnya atau yang memprotes ujian tersebut. Jujur saja, kenyataan yang gw lihat, siswa SMA zaman sekarang lebih banyak bersenang-senang. Bila ini terjadi, bimbingan belajar (bimbel) jalan akhirnya.
Ngomongin soal bimbel, sepertinya ini adalah suatu bisnis yang mengiurkan, sekaligus sebagai bukti bahwa pendidikan memang suatu komoditas. Hanya siswa yang memiliki uang yang bisa mengaksesnya. Seharusnya semua manusia memiliki persamaan dalam menempuh pendidikan.
Bisnis ini memanfaatkan ketakutan siswa dalam melanjutkan pendidikan dan keinginan mereka untuk mendapatkan teman. Sayangnya, sejauh yang gw lihat, hanya setengah siswa yang serius menjalani bimbel.
Di jalanan sedang ramai-ramainya bimbel yang bertujuan agar siswa lulus Ujian Nasional dan SPMB. Ini lucu banget menurut gw, seolah seluruh pengetahuan yang kita dapatkan di bimbel itu hanya untuk dua hal itu, bukan untuk selamanya. Dan juga ini sebagai bukti bahwa lulus Ujian Nasional dan SPMB hanya untuk siswa yang memiliki uang. Dibandingkan biaya sekolah, bimbel jelas lebih mahal sehingga tidak banyak siswa dapat menjangkaunya.
Tapi kenyataannya bimbel itu tidak penting karena semua ilmu pasti sudah dipelajari di sekolah. Ngga logis banget bila mereka lebih mengerti pelajaran dari bimbel.
Tapi gw mendukung keberadaan bimbel yang lebih spesifik seperti Bahasa Inggris, komputer, atau menyetir. Biasanya sih disebut kursus, tapi suasananya tidak jauh beda. Lagipula, ilmu yang didapat sudah pasti untuk selamanya.
Pendidikan adalah hak masyarakat, inti masyarakat, kebutuhan masyarakat agar kita mampu menjalani kehidupan. Bayangkan saja jika semua orang di dunia ini cerdas, the perfect world will come. Tapi hal itu akan memakan waktu lama. Apalagi dengan anggapan bahwa tidak akan ada orang cerdas tanpa adanya orang bodoh, seolah keduanya harus ada untuk dibanding-bandingkan.

Tidak ada komentar: