Jujur saja, politik memang hal yang menarik untuk dipelajari, tapi tidak di sekolah. Mungkin karena nilai gw yang selalu rendah^^.
Masa kampanye untuk pemilihan umum tahun 2009 telah dimulai. Pertanyaan paling awal yang muncul di benak gw adalah, benarkah pemilihan umum itu? Gw merasa sistem pemilihan umum di Indonesia adalah salah, suatu kesalahan. Kenapa bisa ada banyak partai? Rasanya perbedaan ideologi tidak sebanyak itu. Negara kita adalah negara kesatuan. Banyaknya partai seolah tidak mencerminkan itu. Jadi, rasanya seperti perebutan kekuasaan, di mana seharusnya mereka bekerja sama. Sepertinya bukan politik jika itu tidak benar, tapi pikirkan lagi. “Perebutan kekuasaan.” Jika itu arti sebenarnya dari politik, maka kehidupan berbangsa dan bernegara kita dikuasai oleh nafsu memperebutkan kekuasaan. Berbahaya sekali nasib 250 juta lebih rakyat di tangan orang-orang seperti itu.
Jika menyadari itu, apa gunanya aktif di pemilu? Yakinlah bahwa pendapat ini benar: Kehancuran bangsa disebabkan oleh pemimpin yang salah. Tapi bagaimana bisa memilih pemimpin yang benar jika pilihannya begitu banyak? Mengambil suara terbanya tentu saja. Tapi calon dengan suara terbanyak dari banyak saingan belum tentu menang jika calon itu bertarung dengan sedikit saingan, jika calong itu tidak mendapatkan sekurang-kurangnya setengah dari total suara. Ibaratnya, dua puluh orang memilih satu biskuit dari tujuh kaleng berisi dua puluh biskuit, kecil kemungkinan ada kaleng yang bersisa setengah sehingga seharusnya sulit ditentukan mana yang paling enak. Apalagi jika ada orang yang belum tahu rasa biskuit yang lain yang tidak dipilihnya, hasilnya menjadi tidak valid.
Di politik pun terjadi hal yang demikian. Masih ada saja orang yang tidak tahu ‘rasa’ dari partai ini atau partai itu, dan jumlahnya pun tidak sedikit. Dan tidak ada kesempatan kedua untuk memilih setelah calon itu ditetapkan hingga masa jabatannya habis.
Apa yang akan dilakukan partai jika ingin masyarakat tahu ‘rasa’ mereka? Promosi politik alias kampanye. Tapi tentu saja, tidak berbeda dengan iklan kaleng biskuit, merek terkenal belum tentu yang terbaik. Rasa terenak belum tentu sehat dan murah. Bahkan mungkin biskuit buatan perusahaan rumah tangga bisa lebih enak, lebih sehat, dan murah, meski tidak terkenal. Tapi itu masalah selera, relatif. Dan tidak ada bedanya dengan politik yang membuat orang beropini partai ini baik, partai ini buruk, dsb. Hanya opini, dengan kata lain, relatif.
Dan sekali lagi, apa gunanya aktif di pemilu? Politik tidak memberi banyak lapangan pekerjaan secara langsung bagi bangsa Indonesia. Jika masyarakat mencoblos pun masih perlu waktu yang lama bagaimana hasil dari aktifnya mereka pada pemilu. Dan membutuhkan waktu lebih lama lagi bagi mereka untuk menunggu peningkatan kesejahteraan yang merupakan implikasi dari kegiatan politik yang belum tentu terjadi. Politik hanya menunggu saja bagi yang bukan orang politik. Plotik hanya menunggu, biarkan saja orang-orang yang rebutan kekuasaan itu bekerja. Tapi tidak seharusnya hidup kita bergantung pada politik, karena tentu saja pada awalnya hidup manusia tidak bergantung pada politik, tapi pada pemahaman terhadap alam dan sosial kemasyarakatan. Dari apda menunggu, ditipu oleh janji-janji politik, segeralah berbuat sesuatu karena setiap insan manusia dapat membuat perubahan yang lebih besar dari pada insan politik. Lihat saja di Amerika, begitu banyak aktivis lingkungan yang sudah membuat perubahan besar sementara para senat, apalagi presidennya, belum berbuat sejauh itu. Saya merasa sistem politik kita benar jika mengangkat para aktivis seperti itu. Yang pasti, aktivis bisa dipercaya dan tidak akan meminta gaji tinggi.
Sistem politik ideal menurut gw adalah pemerintahan yang dilakukan oleh kaum yang amat terpelajar bukan secara politik dengan menutamakan musyawarah mufakat. Pembagian kekuasaan tetap ada, legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan semua harus konsisten pada wewenangnya sendiri, menghormati wewenang pihak lain, dan tidak mencampuri kekuasaan pihak lain kecuali dalam hal-hal tertentu. Para pejabat pemerintahan tidak boleh digaji tinggi-tinggi, tapi mereka dibayar dengan kehormatan dan kebanggaan. Pejabat pemerintahan yang baik tidak akan keberatan dengan hal itu. Sistem partai tetap ada, dengan ideologi masing-masing dan jika ada partai baru dengan ideologi yang sama, dilebur saja dengan partai yang sudah ada. Di dalam partai pun boleh berbeda pendapat, jadi untuk apa membuat partai baru? Siapapun yang sudah menjabat di pemerintahan harus melepaskan jabatannya di partai politik itu dan bersumpah tidak akan terlibat kegiatan partai terutama kampanye hingga masa jabatannya usai.
Sistem politik ideal yang menurut gw yang tidak ada di sistem politik Indonesia saat ini adalah semuanya. Pemerintahan tidak seharusnya dipimpin oleh orang politik, dan seharusnya ditiadakan saja istilah politik itu karena ilmu yang ada di dunia politik tidak menyentuh masyarakat, tapi seringnya mengenai kekuasaan. Pembagian kekuasaan ada, tetapi wewenang bercampur. Legislatif seharusnya sibuk pada pencarian masalah, musyawarah untuk mencari solusi, dan membuat peraturan dan undang-undang, tidak mencampuri apa yang dilakukan eksekutif. Jika eksekutif salah, biarkan yudikatif yang bekerja. Dan masalah penggajian, masih jauh dari yang seharusnya. Pemerintahan yunani kuno hanya membayar para legislatif dan eksekutifnya dengan beberapa koin emas saja, tidak jauh beda dari rakyat jelata, dan mereka dilarang memiliki barang-barang yang terbuat dari emas dan perak. Masalah partai sudah dijelaskan. Masalah jabatan di partai politik oleh pejabat pemerintah, itu belum menjadi kenyataan. Seharusnya sudah terjadi, agar para pejabat tidak bekerja di bawah pengaruh politk partainya. Kenyataannya, menteri kabinet pemerintahaan saat ini diizinkan cuti kampanye dan boleh menjadi calon presiden asalkan mundur dari jabatannya menterinya. Seharusnya tidak boleh. Kinerja kabinet menjadi terganggu, dan rakyat menjadi korbannya.
Indonesia terlalu bangga terhadap demokrasi sehingga pesta demokrasi seperti pemilihan umum terlalu dibesar-besarkan. Jauh lebih baik jika bangsa Indonesia bangga terhadap pendidikan, sains, hasil bumi, kemanusiaan, dan lingkungan. Bahwasannya itu jauh lebih berguna bagi bangsa dan negara.
Masa kampanye untuk pemilihan umum tahun 2009 telah dimulai. Pertanyaan paling awal yang muncul di benak gw adalah, benarkah pemilihan umum itu? Gw merasa sistem pemilihan umum di Indonesia adalah salah, suatu kesalahan. Kenapa bisa ada banyak partai? Rasanya perbedaan ideologi tidak sebanyak itu. Negara kita adalah negara kesatuan. Banyaknya partai seolah tidak mencerminkan itu. Jadi, rasanya seperti perebutan kekuasaan, di mana seharusnya mereka bekerja sama. Sepertinya bukan politik jika itu tidak benar, tapi pikirkan lagi. “Perebutan kekuasaan.” Jika itu arti sebenarnya dari politik, maka kehidupan berbangsa dan bernegara kita dikuasai oleh nafsu memperebutkan kekuasaan. Berbahaya sekali nasib 250 juta lebih rakyat di tangan orang-orang seperti itu.
Jika menyadari itu, apa gunanya aktif di pemilu? Yakinlah bahwa pendapat ini benar: Kehancuran bangsa disebabkan oleh pemimpin yang salah. Tapi bagaimana bisa memilih pemimpin yang benar jika pilihannya begitu banyak? Mengambil suara terbanya tentu saja. Tapi calon dengan suara terbanyak dari banyak saingan belum tentu menang jika calon itu bertarung dengan sedikit saingan, jika calong itu tidak mendapatkan sekurang-kurangnya setengah dari total suara. Ibaratnya, dua puluh orang memilih satu biskuit dari tujuh kaleng berisi dua puluh biskuit, kecil kemungkinan ada kaleng yang bersisa setengah sehingga seharusnya sulit ditentukan mana yang paling enak. Apalagi jika ada orang yang belum tahu rasa biskuit yang lain yang tidak dipilihnya, hasilnya menjadi tidak valid.
Di politik pun terjadi hal yang demikian. Masih ada saja orang yang tidak tahu ‘rasa’ dari partai ini atau partai itu, dan jumlahnya pun tidak sedikit. Dan tidak ada kesempatan kedua untuk memilih setelah calon itu ditetapkan hingga masa jabatannya habis.
Apa yang akan dilakukan partai jika ingin masyarakat tahu ‘rasa’ mereka? Promosi politik alias kampanye. Tapi tentu saja, tidak berbeda dengan iklan kaleng biskuit, merek terkenal belum tentu yang terbaik. Rasa terenak belum tentu sehat dan murah. Bahkan mungkin biskuit buatan perusahaan rumah tangga bisa lebih enak, lebih sehat, dan murah, meski tidak terkenal. Tapi itu masalah selera, relatif. Dan tidak ada bedanya dengan politik yang membuat orang beropini partai ini baik, partai ini buruk, dsb. Hanya opini, dengan kata lain, relatif.
Dan sekali lagi, apa gunanya aktif di pemilu? Politik tidak memberi banyak lapangan pekerjaan secara langsung bagi bangsa Indonesia. Jika masyarakat mencoblos pun masih perlu waktu yang lama bagaimana hasil dari aktifnya mereka pada pemilu. Dan membutuhkan waktu lebih lama lagi bagi mereka untuk menunggu peningkatan kesejahteraan yang merupakan implikasi dari kegiatan politik yang belum tentu terjadi. Politik hanya menunggu saja bagi yang bukan orang politik. Plotik hanya menunggu, biarkan saja orang-orang yang rebutan kekuasaan itu bekerja. Tapi tidak seharusnya hidup kita bergantung pada politik, karena tentu saja pada awalnya hidup manusia tidak bergantung pada politik, tapi pada pemahaman terhadap alam dan sosial kemasyarakatan. Dari apda menunggu, ditipu oleh janji-janji politik, segeralah berbuat sesuatu karena setiap insan manusia dapat membuat perubahan yang lebih besar dari pada insan politik. Lihat saja di Amerika, begitu banyak aktivis lingkungan yang sudah membuat perubahan besar sementara para senat, apalagi presidennya, belum berbuat sejauh itu. Saya merasa sistem politik kita benar jika mengangkat para aktivis seperti itu. Yang pasti, aktivis bisa dipercaya dan tidak akan meminta gaji tinggi.
Sistem politik ideal menurut gw adalah pemerintahan yang dilakukan oleh kaum yang amat terpelajar bukan secara politik dengan menutamakan musyawarah mufakat. Pembagian kekuasaan tetap ada, legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan semua harus konsisten pada wewenangnya sendiri, menghormati wewenang pihak lain, dan tidak mencampuri kekuasaan pihak lain kecuali dalam hal-hal tertentu. Para pejabat pemerintahan tidak boleh digaji tinggi-tinggi, tapi mereka dibayar dengan kehormatan dan kebanggaan. Pejabat pemerintahan yang baik tidak akan keberatan dengan hal itu. Sistem partai tetap ada, dengan ideologi masing-masing dan jika ada partai baru dengan ideologi yang sama, dilebur saja dengan partai yang sudah ada. Di dalam partai pun boleh berbeda pendapat, jadi untuk apa membuat partai baru? Siapapun yang sudah menjabat di pemerintahan harus melepaskan jabatannya di partai politik itu dan bersumpah tidak akan terlibat kegiatan partai terutama kampanye hingga masa jabatannya usai.
Sistem politik ideal yang menurut gw yang tidak ada di sistem politik Indonesia saat ini adalah semuanya. Pemerintahan tidak seharusnya dipimpin oleh orang politik, dan seharusnya ditiadakan saja istilah politik itu karena ilmu yang ada di dunia politik tidak menyentuh masyarakat, tapi seringnya mengenai kekuasaan. Pembagian kekuasaan ada, tetapi wewenang bercampur. Legislatif seharusnya sibuk pada pencarian masalah, musyawarah untuk mencari solusi, dan membuat peraturan dan undang-undang, tidak mencampuri apa yang dilakukan eksekutif. Jika eksekutif salah, biarkan yudikatif yang bekerja. Dan masalah penggajian, masih jauh dari yang seharusnya. Pemerintahan yunani kuno hanya membayar para legislatif dan eksekutifnya dengan beberapa koin emas saja, tidak jauh beda dari rakyat jelata, dan mereka dilarang memiliki barang-barang yang terbuat dari emas dan perak. Masalah partai sudah dijelaskan. Masalah jabatan di partai politik oleh pejabat pemerintah, itu belum menjadi kenyataan. Seharusnya sudah terjadi, agar para pejabat tidak bekerja di bawah pengaruh politk partainya. Kenyataannya, menteri kabinet pemerintahaan saat ini diizinkan cuti kampanye dan boleh menjadi calon presiden asalkan mundur dari jabatannya menterinya. Seharusnya tidak boleh. Kinerja kabinet menjadi terganggu, dan rakyat menjadi korbannya.
Indonesia terlalu bangga terhadap demokrasi sehingga pesta demokrasi seperti pemilihan umum terlalu dibesar-besarkan. Jauh lebih baik jika bangsa Indonesia bangga terhadap pendidikan, sains, hasil bumi, kemanusiaan, dan lingkungan. Bahwasannya itu jauh lebih berguna bagi bangsa dan negara.