Rabu, 11 Juni 2008

Demo Mahasiswa Menolak kenaikan Harga Bahan bakar Minyak

Gw pernah melihat artikel dengan judul yang sama, yang justru membuat gw bingung. Sejak jama Budi Utomo, pelajar atau kaum yang terpelajar adalah kaum yang selalu membuat perubahan dan mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi baru kali ini gw melihat gerakan mahasiswa yang begitu besar mengharapkan kehancuran bangsa.
Keputusan presiden SBY menaikkan harga bahan bakar minyak adalah keputusan teat di saat yang tepat. Harga minyak internasional sudah terlalu tinggi. Dan fakta bahwa produksi minyak mentah nasional terus turun dan konsumsi nasional terus meningkat tidak mudah untuk diputar balikan. Dan tidak pernah ada opsi penurunan harga apapun alasan dan kondisinya dikarenakan masalah lingkungan dan kekhawatiran konsumsi berlebih akan terjadi lagi dan lebih parah. Yang lebih parah lagi, delapan puluh persen penikmat subsidi bahan bakar minyak adalah orang yang mampu. Seharusnya para mahasiswa tahu itu.
Ada slogan tolol yang gw dengar di jalan, “Harga Bahan Bakar Minyak Naik Rakyat Menjerit.” Yang menjerit itu rakyat yang mana? Rakyat kecil justru tertolong karena ada BLT dan jaminan bahwa santunan kesehatan, beras untuk rakyat miskin, dan pendidikan murah bagi mereka tetap ada. Bila harga bahan bakar minyak tetap murah, kemungkinan semua santunan itu bertahan mungkin akan menjadi mimpi saja. Seharusnya para mahasiswa tahu itu.
Bila rakyat mampu yang menjerit, itu artinya ngga tahu malu. Bila beli kendaraan pribadi saja mampu, ngga mungkin bila membeli bensin saja tidak mampu. Coba aja nongkrong di SPBU lima menit dan hitung berapa kendaraan pribadi yang mampir, lalu bandingkan dengan berapa angkutan umum yang mampir. Bedanya bisa empat banding satu. Bahkan di pusat kota bisa lebih besar dari itu. Seharusnya para mahasiswa tahu itu.
Yang lebih tolol lagi, demo yang mengganggu ketertiban umum dan merusak lingkungan yang idlakukan para mahasiswa. Menutup jalan raya, bentrok dengan polisi, membakar ban, anarki. Apakah mereka tidak punya otak lagi? Itukah tipikal mahasiswa saat ini?
Saya melihat mahasiswa sekarang lebih banyak yang memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi. Apakah itu alasan mereka menentang kenaikan harga bahan bakar minyak? Bila iya, semakin buruk saja tindakan mereka: menghancurkan bangsa demi kepentingan pribadi.
Mungkin ada alasan lain. Sikap tidak dewasa menyebabkan mahasiswa ingin diperhatikan, ingin dikatakan hebat, ingin dipuji, dll. Gw merasa alasan ini yang paling benar, mahasiswa sekarang ingin mengikuti jejak senior mereka di tahun 1998, membuat perubahan. Tapi tidak cukup. Dari sekitar empat juta mahasiswa di Indonesia, yang demo tidak mencapai ratusan ribu. Berarti masih banyak yang menentang.
By the way, bagaimana dengan BKM(Bantuan Khusus Mahasiswa)?
Gw yang menjelang menjadi mahasiswa sangat mendukung hal ini, apalagi bila jumlah siswa yang menerima diperbanyak dan jumlah bantuan diperbesar. Dan itu hanya bisa terjadi jika harga bahan bakar minyak tidak disubsidi sama sekali. Bantuan Rp. 500.000 per semester sangat membantu. Bisa menutupi ongkos transportasi selama tiga bulan. Meski masih kurang, sebaiknya seluruh mahasiswa mensyukuri hal ini, siapapun penerimanya.
Ada yang bilang BKM hanya untuk menyuap mahasiswa agar tidak ada yang protes pada kenaikan harga bahan bakar minyak. Gw ngga peduli dengan alasannya, karena protes pun adalah hal yang salah. Pemerintah dengan jelas mengaku bahwa BKM adalah kompensasi dari kenaikan harga bahan bakar minyak yang merupakan tujuan jelas dari subsidi: Untuk yang membutuhkan saja.
Sebagai manusia, kita harus tahu mana yang benar dan mana yang salah, apalagi bagi yang terpelajar. Semua keputusan yang dibuat presiden sudah didiskusikan dengan menteri-menteru terkait, parlemen, kaum intelektual, dan tokoh masyarakat dengan sebaik-baiknya. Sistem pemerintahan kita juga tidak memungkinkan sikap otoriter presiden terjadi.

Tidak ada komentar: